PEMIKIRAN IBN KHALDUN DAN AL-GHAZALI TENTANG METODE PENGAJARAN
MOH. ADNAN ARIF (59410294)
Tarbiyah / PAI
B / Semester VII
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
2012
BAB
I
PENDAHLUAN
A.
Latar belakang
Pendidikan
yaitu suatu sarana untuk mentransfer pengetahuan dari seorang pendidik kepada
anak didik. Makna pendidikan menurut imam baidhowi ialah menyampaikan suatu
materi kepada orang lain secara menyeluruh dengan cara setahap demi setahap.
Sedangkan menurut imam Imam Al-Ashfahaniy makna pendidikan ialah membentuk
sesuatu sedikit demi sedikit untuk tujuan tertentu sampai kepada batas
kesempurnaan. Namun dalam proses penyampaiannya seseorang harus memiliki
keterampilan dan kepandaian mensiasati suatu tujuan yang ingin dicapainya agar
tepat sesuai dengan yang diinginkan. Seorang guru yang merupakan salah satu
komponen manusiawi di bidang kependidikan harus berperan serta secara aktif dan
menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional, salah satu peran seorang
guru adalah menjadi fasilitator, guru dalam hal ini akan memberikan fasilitas
atau kemudahan dalam proses belajar-mengajar, guru harus menciptakan suasana
kegiatan belajar yang sedimikian rupa, serasi dengan perkembangan siswa,
sehingga interaksi belajar-mengajar akan berlangsung secara efektif.
Proses belajar dewasa ini menuntut seorang guru
memiliki keterampilan atau metode yang beragam agar proses belajar tersebut
menyenangkan dan mampu mengembangkan kemampuan muridnya. Metode merupakan hal
yang lebih penting dari materi yang akan diajarkan. Menurut DR. Ahmad Tafsir,
metode adalah cara yang paling tepat dan cepat, kata “cepat dan tepat disini
sering diungkapkan dengan ungkapan efektif dan efisien.
Di sini seorang guru harus memilih cara yang efektif dan efisien dalam
mentransformasi dan mengembangkan pengetahuan muridnya dan metode dalam
pembelajaran agama Islam adalah cara yang efektif dan efisien dalam mengajarkan
agama Islam itu sendiri. Pengajaran yang efektif artinya pengajaran yang dapat
dipahami murid secara sempurna, dalam hal ini ialah pengajaran yang berfungsi
pada murid. “Berfungsi” artinya menjadi milik murid, pengajaran itu membentuk
dan mempengaruhi pribadinya. Adapun pengajaran cepat adalah pengajaran yang
tidak memerlukan waktu yang lama, artinya pengajaran tersebut difasilitasi
alat–alat pembelajaran yang dapat mempermudah pemahaman murid terhadap materi
yang diajarkan.
Agar metode yang digunakan terasa nyaman, menyenangkan
di dalam proses pembelajaran dan membuat para murid selalu bersemangat untuk
mengikuti proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), seorang guru (PAI)
haruslah memiliki dasar-dasar pertimbangan sebelum menggunakan suatu metode.
Makalah ini membahas dasar-dasar pertimbangan ketika akan memilih suatu metode
di dalam pembelajaran pendidikan agama Islam.
B.
Rumusan masalah
Pengertian
metode
Pandangan Ibn Khaldun tentang metode
pengajaran
Pandangan Al-Ghazali
tentang metode pengajaran
C.
Tujuan
Penulis menyusun makalah ini dengan tujuan :
Mengetahui pengertian metode
Memahami metode
mengajar Ibn Khaldun
Memahami metode
mengajar Al-Ghazali
Mengetahui
perbandingan metode mengajar
BAB II
PEMBAHASAN
1.
KAJIAN TEORI
A.
PENGERTIAN METODE
Metode atau metoda berasal dari bahasa yunani, yaitu metha dan
hodos. Metha berarti melalui atau melewati dan hodos berarti jalan atau cara.
Metode berarti jalan atau cara yang
harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam bahasa arab, metode
disebut thariqah. Mengajar berarti menyajikan atau menyampaikan pelajaran.
Jadi, metode mengajar berarti suatu cara yang haus dilalaui untuk menyajikan
bahan pengajaran agar tercapai tujuan pengajaran. (Ghunaimah, 1952: 177)[1]
Metode mengajar dapat di artikan sebagai cara yang di pergunakan
oleh pendidik dalam mengadakan hubungan dengan peserta didik pada saat berlangsungnya proses pembelajaran. Dengan
demikian, metode mengajar merupakn alat untuk menciptakan proses embelajaran.
Dalam pandangan filosofis pendidikan, metode merupakan alat yang
dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidik. Alat itu mempunyai fungsi ganda,
yaitu bersifat polipragmatis dan monopragmatis.
Polipragmatif bilamana metode mengandung kegunaan yang serba
ganda(multipurpose), misalnya suatu metode tertentu pada suatu situasi kondisi
tertentu dapat digunakan untuk membangun atau memperbaiki. Kegunaannya dapat
bergantumng pada si pemakai atau pada
corak, bentuk, dan kemampuan metode sebagai alat, sebaliknya,
monopragmatis bilamana metode mengandung satu macam kegunaan untuk satu mcam
tujuan penggunaan mengandung implikasi bersifat konsisten, sistematis dan
kebermaknaan menurut kondisi sasarannya mengingat sasaran metode adalah
manusia, sehingga pendidik dituntut untuk berhati-hati dalam penerapannya.
Para ahli mendefinisikan metode sebagai berikut :
1.
Hasan langgulung
Mendefinisikan
bahwa metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai tuuan
pandidikan.
2.
Abd. Al-rahman gegunaimah
Mendefinisikan
bahwa metode adalah cara-cara yang praktis dalam mencapai tujuan npengajaran.
3.
Al-abraisy
Mendefinisilkan
pula bahwa metode adalah jalan yang diikuti untuk memberikan pengertian kepada
peserta didik tentang segala macam metode dalam berbagai pelajaran.[2]
Sebagai kmponen ilmu yang menunjang keberhasilan ilmu pengetahuan
induknya, (dalam hal ini ilmu pendidikan Islam), metodologi pendidikan tidak
bisa lain harus sejalan dengan subtasi, dan tujuan yang identik dengan subtansi
dan tujuan ilmu pengetahuan induknya. Bilamana antara satu sama lain tidak
terdapat kesejalanan dengan substnsi dan tujuan, maka metodologi pendidikan
tersebut tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsinya. Keadaan yang demikian
akan berakibat pada kemandulan ilmu pendidikan itu sendiri, dan menyebabkan
ilmu tersebut idak memiliki validites atau keabsahan sebagai suatu disiplin
keilmuan. Akibatnya ilmu pendidikan yang dimiliki akan statis an tdak dapat
berkembang baik.[3]
B.
RIWAYAT HIDUP IBN KHALDUN
‘Abd al- Rahman Abu zaId Ibn Muhammad Ibn
Muhammad Ibn Khaldun (lebih dikenal dengan Ibn Khaldun) lahir di Tunisia pada
tanggal 1 Ramadhan 732 H/ 27 Mei 1332 M. Ia hidup pada periode akhir dari
dinasti Mamluk, yaitu periode peradaban Islam di bagdad karena serangan bangsa Tartar pada tahun 656 H s/d 923 H. dan
Ibn Khaldun hidup dalam kalangan
keluarga terhormat yang menekuni ilmu dan politik, dan keluarganya asli bangsa
arab yang bergaris keturunan sampai pada Wail Bin Hajar Bin Kindah dari qabilah
Yunani, yang hidup di wilayah Hadramaut di sebelah selatan Yunani, yang
kemudian melakukan imigrasi ke Seville (Spanyol) pada abd ke-8.[4]
Keluarganya merupakan tokoh politik yang cukup berpengaruh, dan di antara
keluarganya, hanya ayahnya yang tidak terjun dalam bidang pendidikan dan
memilih untuk lebih intens di bidang pendidikan. Latar belakang intensitas
keilmuan dari keluarganya ini cukup mempengaruhi pola pikir Ibn Khaldun.
Ibn Khaldun pertama kali menerima pendidikan
dari Ayahnya, sejak kecil ia telah mempelajari Ilmu tajwid, menghafal Al-Qur’an
dan fasih dalam qira’at al-sab’ah, di samping belajar dengan Ayahnya, ia juga
mempelajari Ilmu-ilmu lainnya dengan ulama Andalusia dan Tunisia. Pada usia 17
tahun, ia belajar Al-Qur’an berikut tafsir, fiqih, tasawuf dan filsafat.dalam
usia yang relatif muda , ia telah menguasai beberapa disiplin ilmuklasik
termasuk ‘ulum ‘aqliyah (ilmu-ilmu filsafat, tasawuf, dan metafisika).[5]
Hingga akhirnya ia sarjana ilmu pngetahuan Islam terbesar yang juga menguasai
berbagai ilmu pengetahuan lainnya seperti sejarah, geografi, politik dan
pendidikan. Ia adalah pendiri filsafat sejarah dan pelopor bidang sosiologi.
Setelah mencapai usia 21 tahun ia bekerja sebagai pegawai pada kerajaan Tunis,
namun ia maninggalkan pekerjaan tersebut. Pda tahun 1354 ia diundang ke Fez
untuk menjadi tenaga sekertaris pada Abu Enam, tetapi setelah beberapa tahun ia
meninggalkan pekerjaan tersebut. Pada tahun 1362 ia pergi ke Istana Sultan
Granada yang di pegang oleh Abu Abdullah bin al-Ahmar dan tinggal disana selama
dua tahun, dan kemudian pergi ke Afrika. Pada kesempatan tersebut ia
mendapatkan kedudukan yang tinggi, dan kemudian pergi ke Qalat bin Sama dan
tinggal disana hingga tahun 1378. Pada tahun 1382 ia pergi menuju mekkah,
tetapi berhenti di kairo untuk diangkat sebagai guru di Universitas Al-Azhar.
Pada waktu di kairo, ia diangkat sebagai qadi pada tahun 1384. Ia memegang
jabatan tersebut sampai ia wafat pada tahun 1406.[6]
ketenaran Ibn Khaldun sebagai ilmuan dapat
dilihat dari karya momumentalnya, al- Muqaddimah, kitab ini sesungguhnya
pengantar bagi karya universalnya yang berjudul Kitab al- ’Ibar wa Diwan al-
Mubtadawa al- Khabar fi ayyami al- ‘Arab wa al- Ajam al- barbar wa man
‘Asarahun min Dzami as- Shulthan al- Akbar. Al- muqaddimah berisikan tentang
cara penyusunan sistematika filsafat dan sejarah. Selain itu di dalam kitab ini
berisikan tentang pandangan-pandangan mengenai beberapa aspek yang berkaitan
dengan negara dan masyarakat termasuk penjelasan tentang pendidikan.[7]
C. PANDANGAN IBN KHALDUN TENTANG METODE PENGAJARAN
Ibn khaldun memberikan petunjuk bahwa
seorang guru pertama kali harus mengetahui dan memahami naluri, bakat dan
karakter yang dimiliki para siswa. ia harus memuliain pelajaran yang dipandang
mudah dicerna oleh para siswa dan setelah itu baru dilanjutkan pada materi yang
sulit dan rumit. Dalam melaksanakan tugasnya, seorang guru hendaknya mampu
menggunakan metode mengajar yang efektik dan efisien.
Dalam hal ini Ibn Khaldun mengemukakan
yang sebagaimana dikutip Scheleifer dalam Samsul Nizar (2002 : 95) 6 prissip
yang perlu diperhatikan oleh pendidik, yaitu :
(1) prinsip pembiasaan
(2) prinsip tajrid (berangsur-angsur)
(3) prinsip pengenalan umum
(4) prinsip kontinuitas
(5) memperhatikan bakat dan kemampuan peserta
didik
(6) menghindari kekerasan dalam mengajar.[8]
Pengajaran yang efektif menurut Ibn
Khaldun harus setahap demi setahap. Pada tahap yang pertama permasalahan yang
bersifat fundamental dan pokok harus diperkenalkan, dan dalam melakukan masalah
ini seorang guru harus meneliti potensi intelektual anak didik dan harus mempersiapkan diri untuk
menjelaskan materi yang akan diajarkan. Pada tahap yang kedua seorang guru
harus memberikan perbaikan kepada seluruh materi pelajaran yang akan diberikan,
dengan demikian ia tidak meninggalkan pelajaran yang tidak jelas dan
samar-samar. Seorang guru juga harus menjelaskan dengan terang dalam segala hal
yang masih bersifat rahasia dan samar-samar dari disiplin ilmu kepada para
siswa. Jika para siswa dididik dengan cara yang demikian, maka ia akan mencapai
dan menguasai materi pelajaran secara utuh.
Ibn Khaldun juga mengingatkan adanya
pertentangan yang dihadapi oleh para siswa dalam menghadapi pelajaran yang
sulit pada para siswa permulaan. Tanpa memahami yang demikian, maka kekeliruan
akan terjadi di sini. Disini letak permasalahan pokoknya. Kami telah mengamati
bahwa sebagian besar guru tidak mengetahui metode mengajar yang effektif.[9] Dalam hal ini Ibn Khaldun
menyatakan bahwa pemikiran manusia tumbuh dan berkembang secara bertahap. Oleh
karena itu seorang guru hendaknya selalu mempersiapkan cara yang akan
dipergunakan dan dikembangkan dalam proses memberikan pemahaman dan penerimaan
ilmu secara bertahap, seseorang guru hendaknya pula selalu menjelaskan tujuan
dan target yang ingin dicapai scara bertahap. Apabila tidak memperhatikan hal
tersebut maka tujuan yang ingin dicapai
dalam proses belajar mengajar akan selalu berjalan di tempat, melelahkan
pemahaman dan konsentrasi, dan menjauhkan dari persiapan belajar mengajar yang
seharusnya dilakukan. Dampaknya akan memberikan kesan bahwa ilmu itu terkesan
sulit, dan timbulnya rasa malas pada diri siswa.[10] Dalam hal ini tidaklah
cukup seorang guru hanya membekali anak dengan ilmu pengetahuan saja agar
mereka menjadi orang yang berilmu pengetahuan yang menambah kemammpuannya dalam
belajar. Akan tetapi guru wajib memperbaiki metode dalam penyajian ilmu kepada
anak didiknya, dengan demikian tidak akan sempurna kecuali lebih dahulu
mempelajari hidup kejiwaan anak dan mengetahui tingkah-tingkah kematangan serta
bakat-bakat ilmiahnya.[11] Akan tetapi mereka
memulai pengajarannya dengan memperkenalkan para pelajar dengan permasalahan
ilmu pengetahuan yang sulit dan meminta para siswa agar mengarahkan pemikiranya
untuk mengatasi permasalahan tersebut. Mereka berfikir bahwa yang demikian itu
termasuk metode mengajar yang benar. Tapi dalam kenyataanya para guru tersebut
sebenarnya telah membuat anak kacau balau pemikirannyadan kehilangan semangat
untuk mrmpelajari materi pelajaran tersebut. Sedangkan hilangnya semangat untuk
mempelajari berbagai materi pelajaran akan menyababkan pengajaran yang salah
dan tidak mendapatkan apa apa.para guru juga tidak tau dasar-dasar dan
prinsip-prinsip, bahwa proses penerimaan dan pemahaman terhadap ilmu
pengetahuan berlangsung secara gradual atau bertahap.
Petunjuk lainnya yang diterangkan oleh
Ibn Khaldun adalah bahwa seorang guru tidak boleh memperknalkan permasalahan
disiplin ilmu lainnya kepada para siswa sebelum para siswa memahami suatu
disiplin ilmu secara penuh, dan telah pula bener-benar mengenal mata pelajaran
tersebut. Selanjutnya para pelajar jangan dipaksa untuk menguasai disiplin ilmu
dalam waktu yang bersamaan, karena hal itu berarti telah membagi perhatiannya
dari satu subjek pei; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">but adalah sulit dan mepragukan.
Tetapi jika seorang pelajar bebas untuk
mempelajari secara bidang ilmu yang dipilihnya ia akan dapat memberikan perhatian
yang tidak terbagi-bagi dengan demikian ia
akan menguasai materi pelajaran tersebut. Lebih lanjut Ibn Khaldun
menambahkan bahwa mengajar dalam suatu disiplin ilmu jangan diperpanjang dengan
mengajarcvkan sesuatu yang berjauhan dengan disiplin ilmu tersebut. Hal ini
menyebabkan para pelajar melupakan materi peajaran yang sedang dipelajarinya.
Dengan demikian gangguan yang mengcaukan secara akademik akan terjadi dan
membutuhkan pengulangan kegiatan ekstra secara berkesinambungan dan
terus-menerus.
D. RIWAYAT AL-GHAZALI
Nama
lengkapnya adalah muhammad bin muhammad bin muhammad, mendapat gelar Imam Besar
Abu hamid al-ghazali hujatul islam yang dilahikan pada tahun 450 h/1058 m,
disitu kampung bernama ghazalah ,thusia, suatu kota di khurasan, persia, ia keturunan
persia dan mempunyai hubungan keluarga dengan raja-raja saljuk yang memerintah
daerah khurasan, jibal, irak, jazirah, persia dan ahwan. Sejak kecil al-ghazali
dikenal sebagai anak yang senang dengan ilmu pengetahuan. Jadi tak mengherankan
sejak masa kanak-kanak ia telah belajar kepada sejumlah guru di kota
kelahirannya, antara lain ahmad ibn muhammad al-ridzkani. Selain tu juga tak
segan-segan belajar kepada guru yang jauh dari kota kelahirannya. Di antara
guru yang pernah jadi guruny ialah imam al-juwaini (imam al-haramain) sewaktu
imam al-ghazali menuntut ilmu di naisabur.
Melihat
kemampuan dan kecerdasan al-ghazali, al-juwaini memberinya gelar “bahrun
mughriq” (laut yang menenggelamkan). Al-ghazali baru meninggalkan naisabur
setelah imam al-juwaini meninggal dunia tahun 478 h/1085 m. Dari naisabur
al-ghazali menuju baghdad dan menjadi guru besar di universitas yang didirikan
nidham al-mulk seorang perdana mentri sultan bani saljuk. Al-ghazali bertugas
menjadi guru besar hanya selama empat tahun dan kemudian setelah menunaikan
ibadah haji. Ia menetap di syam. Dari syam al-ghazali kembali lagi ke bagdad
lalu ke naisaburi dan bertugas sebagai guru. Namun tak lama sesudah itu ia
kembali ke kota kelahirannya hingga wafatnya pada tahun 505 H/1111 M.[12]
Adapun
pemikiran pendidikan Al-Ghazali termuat dalam tiga buku karangannya, yaitu Fatihat
Al-Kitab, Ayyuha Al-Walad dan Ihya Ulum Al-Din. Menurut pandangan
imam Al-Ghazali, pendidikan yang baik merupakan jalan untuk mendekatkan diri
kepada Allah dan untuk mendapatkan kebahagiaan dunia akhirat.[13]
E. PANDANGAN AL-GHAZALI TENTANG METODE
PENGAJARAN
Al-Ghazali amat
menekankan terhadap pentingnya persiapan bahan pengajaran oleh guru. Ia juga
menekankan bahwa para guru harus mangamalkan ajaran-ajaran yang diajarkannya.
Point lainnya yang berkenaan dengan pentingnya seorang guru agar menarik
perhatian dalam mengembangkan dan mengajarkan pelajaran dengan cara bekerjasama
dengan para siswa yang dengan cara
demikian, para guru telah memberikan fasilitas dan kesempatan kepada para siswa
untuk memahami bahan pelajaran yang diajarkan.[14] Dalam
hal yang berhubungan dengan metode pendidikan, Al-Ghazali menekankan pentingnya
bimbingan dan pembiasaan. Dalam menerapkan metode tersebut Al-Ghazali
menyarankan agar tujuan utama dari penggunaan metode tersebut diselaraskan
dengan tingkat usia, tingkat kecerdasan, bakat dan pembawaan anak dan tujuannya
tidak terlepas dari hubungannya dengan nilai manfaat.[15]
Al-Ghazali
mengemukakan beberapa asas-asas metode mengajar sebagai berikut
1.
Memperhatikan
tingkat daya pikir anak.
Al-Ghazali menyarankan
pada para guru :
“seorang guru hendaknya
dapat memperkirakan daya pemahaman muridnya dan jangan diberikan prlajaran yang
belun sampai tingkat akal pikirannya, sehingga ia akan lari dari pelajaran atau
menjadikan tumpul otaknya.”
Jelaslah bahwa,
seorang guru seharusnya dapat memperkirakan mata pelajaran yang dapat dijangkau
oleh pemahaman anak, yaitu memberikan pelajaran dan sesuatu hakikat pada anak
apabila diketahui bahwa anak itu akan sanggup memahaminya dan menempatkan
setiap anak pada tempat yang wajar sesuai dengan kemampuan akal pikirannya
serta memperhatikan tingkat kecerdasan dan pengetahuan mereka, sehingga mereka
dapat mengertin, memahami dan menguasai mata pelajaran itu dengan sesungguh-sungguhnya.
2. Menerangkan pelajaran dengan cara yang
sejelas-jelasnya
“seorang anak yang
masih rendah tingkat berfikirnya, hendaklah diberikan pelajaran dengan
keterangan yang jelas dan pantas baginya”
Yang
dimaksud prinsip ini adalah, perbadaan mengajar bagi nak yang bodoh dengan anak
yang pintar. Anak yang bodoh harus diterangkan secara berulang-ulang, yang
jalas dan mudah sesuai dengan tingkat pemahamannya, agar dapat memelihara kadar
kelemahannya sehingga tidak ada pengaruh buruk dalm jiwanya seperti kurangnya
semangat balajar atau menjadikan kacau dan gelisah pikirannya. Sebaliknya anak
yang cerdas cukup dengan penjelasan sekali, singkat dan ringkas saja ia telah
memahaminya, bahkan ia mengerti dengan isyarat. Prinsip ini sangat penting dan
telah banyak menjadi anutan serta banyak pula diterapkan dalam dunia pendidikan
modern seperti penerapan penarapan sistem pengajaran dengan modul.
3. Mengajarkan ilmu pengetahuan dari yang
kongkrit kepada yang abstrak.
“seorang guru janganlah
meninggalkan nasihat sedikitpun, yang demikian itu melarangnya mempelajari ilmu
pengetahuan pada tingkat yang belum berhak untuk dipelajari selain pelajaran
yang sedang di ajarkannya saat itu.seperti mempelajari ilmu pengetahuan yang
tersembunyi (abstrak) sebelum menguasai ilmu pengetahuan yang kongkrit.”
Mengajarkan
ilmu pengetahuan itu harus dimulai dari yang telah dibekali kepada yang belum
dibekali, dari yang mudah kepada yang sulit, dari yang umum kepada yang khusus,
dari yang global kepada yang terperinci, dari yang dasar kepada yang
bercabang-cabang begitupun dari yang abstrak kepada yang kongkrit. Apabila
tidak demikian, maka akan mendangkalkan otaknya, melelahkan akal pikiran dan
mengaburkan pemahaman.
4. Mengajarkan ilmu pengetahuan dengan cara
berangsur-angsur.
“seorang guru yang
memegang satu vak mata pelajaran, hendaklah memberi kesempatan pada murid-murid
untuk mempelajari mata pelajaran lainnya. Demi kemajuan murid dengan cara
berangsur-angsur dan setingkat demi setingkat.”
Al-Ghazali
menganjurkan agar seorang guru dalam memberikan pelajaran dilakukan dengan cara
berangsur-angsur, yaitu memperhatikan memperhatikan kemampuan pikirannya dan
kesediaan menerima pelajaran untuk mencapai setingkat demi setingkat, dan
dinaikkan ke tingkat berikutnya dengan penjelasan berikutnya.
Dari pembahasan
di atas, dapat dipahami bahwa pandangan Al-Ghazali mengenai asas-asa metode
mengajar tidak berbeda dengan prinsip-prinsip yang digariskan dalam pendidikan
dewasa ini, atau dengan kata lain Al-Ghazali telah melatakkan dasar-dasar dan
pirnsip-prinsip metode mengajar pada hampir seribu tahun yang lampau, sedangkan
kini sudah diperluas dan dikembangkan oleh para ahli pendidikan modern.[16]
2. ANALISIS
Pandangan ibn
khaldun dan al ghazali tentang metode pengajaran tidaklah jauh berbeda, karena
dalam hal ini sama-sama menjelaskan tentang cara menyampaikan ilmu pengetahuan dengan
menggunakan metode yang relefan terhadap materi yang akan diajarkan, dengan
metode sebagai berikut :
1)
pembiasaan
2) mengajarkan ilmu pengetahuan kepada
siswa dari yang termudah hingga yang tersulit
3)
serta
memahami dan mengetahui bakat dan kemampuan siswa, oleh karenanya tugas seorang
guru dalam menyampaikan materi kepada anak didiknya haruslah secara bertahap atau
berangsur-angsur, agar materi yang di sampaikan oleh guru dapat dipahami dan
mudah dicerna oleh siswa.
Jadi, dapat disimpukan
bahwa seorang guru sangatlah berperan dalam proses KBM di kelas, karena guru
yang ideal yaitu guru yang kreatif dalam menyampaikan materi dengan menggunakan
beberapa metode yang relefan terhadap materi yang akan dijarkan, agar siswa
dapat menyerap ilmu pengetahuan dengan mudah, terlabih bagi siswa yang kurang
pemahamannya, dapat di atasi dengan beberapa metode yang telah dipaparkan di
atas.
BAB III
KESIMPULAN
Metode mengajar dapat di artikan sebagai cara yang di pergunakan
oleh pendidik dalam mengadakan hubungan dengan peserta didik pada saat berlangsungnya proses pembelajaran. Dengan
demikian, metode mengajar merupakn alat untuk menciptakan proses embelajaran.
Pengajaran yang efektif menurut Ibn
Khaldun harus setahap demi setahap. Pada tahap yang pertama permasalahan yang
bersifat fundamental dan pokok harus diperkenalkan, dan dalam melakukan masalah
ini seorang guru harus meneliti potensi intelektual anak didik dan harus
mempersiapkan diri untuk menjelaskan materi yang akan diajarkan. Pada tahap
yang kedua seorang guru harus memberikan perbaikan kepada seluruh materi
pelajaran yang akan diberikan, dengan demikian ia tidak meninggalkan pelajaran
yang tidak jelas dan samar-samar. Seorang guru juga harus menjelaskan dengan
terang dalam segala hal yang masih bersifat rahasia dan samar-samar dari
disiplin ilmu kepada para siswa. Jika para siswa dididik dengan cara yang
demikian, maka ia akan mencapai dan menguasai materi pelajaran secara utuh.
Al-Ghazali
mengemukakan beberapa asas-asas metode mengajar sebagai berikut
1. memperhatikan tingkat daya pikir anak
2. menerangkan pelajaran dengan cara yang
sejelas-jelasnya
3. mengajarkan ilmu pengetahuan dari yang
kongkrit kepada yang abstrak
4.
mengajarkan
ilmu pengetahuan dengan cara berangsur-angsur.
REFERENSI
Arifin. Perbandingan
Pendidikan Islam. Terj. Ali Al- Jumbulati Abdul Futuh At-
Tuwaanisa, Jakarta: PT Rineka Cipta.
Alavi, Zianuddin. Pemikiran
Pendidikan Islam. Bandung: Angkasa Bandung. 2003.
Jalaludin
dan Said Usman. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada. 1996.
Nizar, Samsul. Filsafat penidikan Islam. Jakarta: Ciputat
Pers. 2002.
Ramayuliis.
Metodologi Pendidka Islam. Jakarta: Kalam Mulya Jakarta, 2012.
Sutanto. Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah. 2009.
Sulaiman,
Fatiyah Hasan. Sistem Pendidikan Versi Al-Ghazali, Ter. Fathur Rahman May
dan Syamsuddin Asyrafi, bandung: ai-ma’rif, 1986.
Uhbiyati,
Nur. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: CV Pistaka Setia. 1999.
Umar, Bukhari. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah. 2010.
Zainuddin
DKK. Seluk-Beluk Pendidikan AL-Ghazali. Jakarta: Bumi Aksara.
[4] Arifin, Perbandingan Pendidikan Islam, Terj, Ali Al-
Jumbulati Abdul Futuh At- Tuwaanisa, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002.
[6] Alavi, Zianuddin.
Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung:
Angkasa Bandung. 2003.
[9] Alavi, Zianuddin,
Pemikiran Pendidikan Islam, loc, cit
[13] Sulaiman, Fatiyah Hasan, Sistem Pendidikan Versi Al-Ghazalin,
Ter. Fathur Rahman May dan Syamsuddin Asyrafi, bandung: ai-ma’rif, 1986.